KOLOID
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai zat yang sukar digolongkan sebagai zat padat , zat cair atau gas. Zat-zat ini dalam ilmu kimia dinamakan koloid. Contohnya antara lain susu, tinta, cat, sabun, kanji, minyak rambut bahkan udara berdebu termasuk sistem koloid.
Kimia koloid mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan dan penghidupan manusia. Proses di alam sekitar kebanyakan berhubungan dengan sistem koloid. Protoplasma dalam sel makhluk hidup merupakan suatu koloid, sehingga kimia koloid diperlukan untuk menerangkan reaksi-reaksi dalam sel. Tanah terdiri dari bahan-bahan koloid dan pemahaman tentang koloid sangat membantu dalam meningkatkan kesuburan lahan.
Dalam bidang industri, kimia koloid banyak dimanfaatkan pada pembuatan berbagai produk : kosmetik, obat-obatan, insektisida, semen, karet, kertas, plastik, tekstil, tinta, cat, keramik, perekat, sabun, bahan-bahan makanan dan sejumlah produk lainnya. Proses seperti memutihkan, menghilangkan bau, menyamak, mewarnai, pemurnian, melibatkan adsorpsi pada permukaan partikel koloid dan karena itu pemahaman sifat-sifat koloid sangat penting.
PENGERTIAN KOLOID
Thomas Graham (1805-1809) dalam penyelidikannya mengenai difusi larutan melalui membran telah membedakan koloid dan kristaloid. Dari pengamatannya ternyata partikel zat dalam larutan ada yang berdifusi cepat dan lambat. Zat-zat yang mudah berdifusi umumnya membentuk kristal dalam keadaan padat, sehingga ia menyebutnya kristaloid. Contohnya NaCl dalam air. Istilah ini tidak populer karena ada zat yang bukan kristal tetapi mudah berdifusi misalnya HCl dan HNO3. Sedangkan zat-zat yang sukar berdifusi seperti lem, agar-agar, putih telur dinamakan koloid. (bahasa Yunani; kolla=perekat)
Menurut Graham kecepatan difusi suatu zat dipengaruhi oleh massa partikelnya. Makin besar massa partikelnya makin kecil kecepatan difusinya. Ada hubungan antara massa dan ukuran partikel. Bila massa partikel besar berarti ukurannya besar, demikian sebaliknya.
Salah satu perbedaan nyata antara koloid dan kristaloid adalah ukuran partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel ini, campuran zat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Kristaloid (larutan sejati)
Diameter partikelnya lebih kecil dari 1nm(10-9 m)
2. Koloid
Diameter partikelnya antara 1 nm – 100 nm
3. Suspensi
Diameter partikelnya lebih besar dari 100 nm
Ukuran partikel larutan sangat kecil, sehingga tidak dapat diamati oleh mikroskop, dan dapat melalui kertas saring maupun membran. Partikel koloid ukurannya terletak antara larutan dan suspensi, sehingga masih cukup kecil untuk menembus kertas saring biasa, tetapi cukup besar untuk melewati membran atau filter ultra. Berbeda dengan larutan, partikel koloid dapat terlihat dengan mikroskop ultra.
DISPERSI KOLOID
Sistem dispersi adalah sistem dimana suatu zat terbagi halus atau terdispersi dalam zat lain. Koloid merupakan suatu sistem dispersi, karena terdiri dari dua fase, yaitu fase terdispersi (fase yang tersebar halus) yang kontinyu dan fase pendispersi yang diskontinyu. Fase terdispersi umumnya memiliki jumlah yang lebih kecil atau mirip dengan zat terlarut dan fase pendispersi jumlahnya lebih besar atau mirip pelarut pada suatu larutan. Pada contoh dispersi tanah liat, partikel tanah liat adalah fase terdispersi sedangkan air merupakan fase pendispersinya. Larutan sejati tidak termasuk sistem dispersi karena terdiri dari satu fase.Fase terdispersi maupun fase pendispersi dapat berupa gas, cair, atau padat.
Jenis – jenis sistem dispersi koloid
1. SOL (fase terdispersi padat)
a. Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat (padat dalam padat)
Contoh: paduan logam, kaca berwarna, intan hitam
b. Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair (padat dalam cair)
Contoh: cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat, kanji
c. Sol gas / aerosol padat adalah sol dalam medium pendispersi gas (padat dalam gas)
Contoh: debu di udara, asap pembakaran
2. EMULSI (fase terdispersi cair)
a. Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi padat
Contoh: Jelly, keju, mentega, nasi
b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair
Contoh: susu, mayonaise, krim tangan
c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas
Contoh: hairspray dan obat nyamuk
3. BUIH (fase terdispersi gas)
a. Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat (gas dalam padat)
Contoh: Batu apung, marshmallow, karet busa, Styrofoam
b. Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair (gas dalam cair)
Contoh: putih telur yang dikocok, busa sabun
– Untuk pengelompokan buih, jika fase terdispersi dan medium pendispersi sama-sama berupa gas, campurannya tergolong larutan
PENGGOLONGAN KOLOID
Koloid dapat digolongkan berdasarkan bentuk partikelnya, cara pembentukannya, interaksi antara kedua fase dan perubahannya menjadi bukan koloid.
a.Bentuk Partikel
Dari segi bentuk partikel, koloid dapat berupa:
1.Lembaran (laminar)
2.Serat (fibrilar)
3.Butiran (korpuskular)
Ketiga bentuk ini ditentukan oleh jenis dan cara terbentuknya koloid.
b.Cara Pembentukannya
Berdasarkan cara pembentukannya, koloid dibedakan menjadi :
1.Koloid Dispersi, yaitu koloid yang terbentuk dari penyebaran (dispersi) partikel-partikel kecil yang tidak larut dalam medium(fase pendispersi) dengan membentuk agregat atau atom yang sangat banyak.
Contoh : dispersi koloid emas (Au) dan Belerang (S).
2.Koloid Asosiasi, yaitu koloid yang terbentuk dari gabungan (Asosiasi) molekul-molekul kecil, atom, ion yang larut dalam medium sehingga membentuk agregat-agregat molekul yang disebut misel.
Contoh : Larutan sabun dan deterjen.
3.Koloid Makromolekul, yaitu koloid yang terbentuk dari molekul tunggal yang sangat besar (makromolekul).
Contoh : protein dan polimer tinggi seperti karet dan plastik.
C.Interaksi dengan medium
Ditinjau dari interaksinya antara fase terdispersi dengan fase pendispersi (medium), koloid dibedakan menjadi :
1.Koloid Liofil, yaitu koloid yang mempunyai daya tarik kuat dengan medium pendispersinya, sehingga sulit dipisahkan (stabil).
Bila mediumnya air disebut koloid hidrofil (bahasa Yunani : suka air).
Contoh : agar-agar dan tepung kanji dalam air.
2.Koloid Liofob, yaitu koloid yang daya tarik kecil terhadap medium pendispersinya sehingga cenderung memisah (tak stabil).
Bila mediumnya air disebut koloid hidrofob (bahasa Yunani : tidak suka air).
Contoh : koloid Fe(OH)3, dan sol emas dalam air.
D.Perubahan bentuk
Menurut perubahan bentuknya, koloid dibedakan menjadi :
1.Koloid reversibel, yaitu koloid yang dapat berubah menjadi bukan koloid demikian pula sebaliknya.
Contoh : plasma darah kering dan susu bubuk, keduanya dapat menjadi koloid bila dicampurkan air dan menjadi bukan koloid dengan menguapkan airnya.
2.Koloid Irreversibel, yaitu suatu koloid yang setelah berubah menjadi bukan koloid tidak dapat menajdi koloid kembali.
Contoh : sol belerang dan sol emas
SIFAT-SIFAT KOLOID
1.Sifat Fisika
Sifat-sifat fisika koloid berbeda-beda tergantung jenisnya. Pada koloid hidrofob sifat-sifat seperti rapatan, tegangan muka dan viskositas hampir sama dengan medium pendispersinya. Sedangkan koloid hidrofil karena terjadi hidrasi (penyerapan air), sifat-sifat fisikanya sangat berbeda dengan mediumnya. Viskositasnya lebih besar dan tegangan permukaannya lebih kecil.
2.Sifat Koligatif
Suatu koloid dalam medium cair juga mempunyai sifat koligatif. Sifat ini hanya bergantung pada jumlah partikel koloid bukan pada jenisnya. Sifat-sifat koligatif koloid umumnya lebih rendah daripada larutan sejati dengan jumlah partikel yang sama. Sifat koligatif berguna untuk menghitung konsentrasi atau jumlah partikel koloid. Kecuali pengukuran tekanan osmosa, dipakai untuk menetapkan berat molekul rata-rata koloid makromolekul.
3.Sifat Optis
Ukuran partikel koloid lebih besar daripada larutan sejati, sehingga bila seberkas cahaya melewatinya akan dipantulkan. Arah pantulan ini tidak teratur, karena partikel-partikel koloid tersebar secara acak, sehingga pantulan cahaya itu berhamburan ke segala arah.
Efek Tyndall
Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid (lihat gambar), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
Efek dari Tyndall digunakan untuk membedakan sistem koloid dari larutan sejati, contoh dalam kehidupan sehari – hari dapat diamati dari langit yang tampak berwarna biru atau terkadang merah/oranye.
Fenomena langit yang berwarna biru di siang hari. Ada beberapa sebab yang menjelaskan hal tersebut. Bumi diselubungi lapisan atmosfer yang terdiri atas partikel-partikel kecil. Cahaya dari matahari dihamburkan oleh partikel-partikel kecil dalam atmosfer. Cahaya matahari sendiri terdiri dari paduan semua warna yaitu merah, kuning, hijau, biru hingga ungu. Warna-warna itu memiliki frekuensi berbeda. Merah memiliki frekuensi yang lebih kecil dari kuning, kuning memiliki frekuensi yang lebih kecil dari hijau, hijau lebih kecil dari biru, biru lebih kecil dari ungu. Semakin besar frekuensi cahaya, semakin kuat cahaya itu dihamburkan.
Warna langit adalah sebagian cahaya matahari yang dihamburkan. Karena yang paling banyak dihamburkan adalah warna berfrekuensi tinggi (hijau, biru, dan ungu), maka langit memiliki campuran warna-warna itu, yang kalau dipadukan menjadi biru terang.
4.Sifat Kinetik
a. Gerak Brown
Di bawah mikroskop ultra, partikel koloid akan tampak sebagai titik cahaya. Jika pergerakan titik cahaya atau partikel tersebut diikuti, partikel itu bergerak terus-menerus dengan gerakan zigzag. Hal ini pertama kali diamati oleh Robert Brown (1773-1858), seorang ahli botani Inggris pada tahun 1827. Ia sedang mengamati butiran sari tumbuhan pada permukaan air dan mikroskop. Partikel koloid dalam medium pendispersinya disebut gerak brown.
Jika kita amati sistem koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan berikut:
Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk sistem koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel kolopid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
b. Difusi
Perikel zat terlarut akan mendifusi dari larutan yang konsentrasinya tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Difusi erat kaitannya dengan gerak Brown, sehingga dapat dianggap molekul-molekul atau partikel-partikel koloid emndifusi karena gerak Brown.
Kecenderungan dari zat untuk mendifusi dinyatakan dengan koefisien difusi. Menurut Graham, butir-butir koloid berdifusi sangat lambat karena ukuran partikelnya relatif besar.
c.Pengendapan (sedimentasi)
Partikel-partikel koloid cenderung untuk mengendap karena pengaruh gravitasi bumi. Hal itu bergantung pada rapat massa partikel terhadap mediumnya. Jika rapat massa partikel lebih besar daripada medium suspensinya, maka partikel tersebut akan mengendap. Sebaliknya bila rapat massanya lebih kecil akan mengapung.
d.Sifat Listrik
Partikel koloid sol bermuatan listrik, maka partikel ini akan bergerak dalam medan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik disebut elektroforesis.
Fenonema elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan partikel koloid.
Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu dengan proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikelnya.
– Proses adsorpsi
Partikel koloid dapat mengadsorpsi partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Jenis muatan tergantung dari jenis partikel yang bermuatan. Partikel sol Fel (OH)3 kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya sehingga bermuatan positif, sedangkal partikel sol As2S3 mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negatif.
Sol AgCI dalam medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebihan akan mengadsorpsi Ag+ sehingga bermuatan positif. Jika anion CI- berlebih, maka sol AgCI akan mengadsorpsi ion CI- sehingga bermuatan positif.
– Proses ionisasi gugus permukaan partikel
Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus-gugus yang ada pada permukaan partikel koloid.
d.Koagulasi
Suatu koloid bila dibiarkan dalam waktu tertentu akan terpengaruh gaya gravitasi bumi, sehingga antara partikel dapat saling bergabung membentuk gumpalan yang akan mengendap di dasar wadah. Peristiwa pengendapan atau penggumpalan partikel-partikel koloid disebut koagulasi.
Koagulasi spontan umumnya berlangsung lambat dan dapar dipercepat dengan alat ultrasentrifuge. Koagulasi dapat pula dilakukan dengan cara : pemanasan, pendinginan, penambahan koloid yang berbeda muatan dan penambahan elektrolit. Kemampuan mengkoagulasikan koloid oleh elektrolit tergantung pada jenis elektrolit dan banyaknya muatan. Makin besar muatan ion berlawanan yang ditambahkan, makin sedikit elektrolit yang digunakan untuk mengendapkan. Menurut aturan Hardy Schulze urutan sol negatif adalah : Sn4+ > Al3+ > Na+ sedangkan untuk sol positif : PO3- > SO42- > Cl-
e. Adsorpsi koloid
Daya adsorpsi partikel koloid tergolong besar Karena partikelnya memberikan sesuatu permukaan yang luas. Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat, ion, atau molekul yang melekat pada permukaan. Sedangkan bila penyerapan sampai ke bawah permukaan disebut absorpsi.
Suatu koloid umumnya mengadsorpsi ion-ion positif dan negatif. Misalnya sol Fe(OH)3 dalam air mampu menyerap ion H+ sehingga bermuatan positif. Sedangkan sol AS2S3 mampu mengadsorpsi ion-ion negatif S2- sehingga menjadi bermuatan negatif.Partikel-partikel koloid juga mudah mengadsorpsi zat warna, misalnya pada peristiwa pencelupan warna tekstil, sebelumnya tekstil dilapisi dengan aluminium hidroksida agar mengikat zat warna.
Sifat ini telah digunakan dalam berbagai proses seperti penjernihan air, pemutihan dan pemurnian suatu bahan yang masih mengandung pengotor.
BEBERAPA MACAM KOLOID
1.SOL
Sol adalah dispersi koloid dimana partikel padat terdispersi dalam cairan. Sol dibagi menjadi dua yaitu :
1.Sol Liofil
Pada sol liofil partikel-partikel padat akan menyerap molekul cairan(suka pelarut). Jika pelarutnya air disebut sol hidrofil. Contoh : lem, sabun, protein, dan gelatin.
Sel liofil lebih stabil dan tidak mengalami koagulasi jika ditambahkan sedikit elektrolit. Partikel-partikelnya dapat dipisahkan dari mediumnya dengan pengendapan atau penguapan dan dapat dibuat menjadi sol kembali dengan penambahan medium, sehingga sol liofil bersifat reversibel.
2.Sol liofob
Pada sol liofob partikel-partikel padat tidak menyerap molekul cairan(tidak suka pelarut). Jika pelarutnya air disebut sol hidrofob.
Contoh : sol-sol sulfida dan sol-sol logam
PEMBUATAN SOL
Ukuran partikel koloid berada di antara partikel larutan dan suspensi, karena itu cara pembuatannya dapat dilakukan dengan memperbesar partikel larutan atau memperkecil partikel suspensi. Maka dari itu, ada 4 metode dasar dalam pembuatan sistem koloid sol, yaitu:
– Metode kondensasi yang merupakan metode bergabungnya partikel-partikel kecil larutan sejati yang membentuk partikel-partikel berukuran koloid.
– Metode dispersi yang merupakan metode dipecahnya partikel-partikel besar sehingga menjadi partikel-partikel berukuran koloid.
-pertukaran pelarut
-pendinginan berlebih
Metode Kondensasi
Pembuatan koloid sol dengan metode ini pada umumnya dilakukan dengan cara kimia (dekomposisi rangkap, hidrolisis, dan redoks) atau dengan penggantian pelarut. Cara kimia tersebut bekerja dengan menggabungkan partikel-partikel larutan (atom, ion, atau molekul) menjadi partikel-partikel berukuran koloid.
* Reaksi dekomposisi rangkap
Misalnya:
– Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-lahan melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang;
As2O3 (aq) + 3H2S(g) -> As2O3 (koloid) + 3H2O(l)
(Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-)
– Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan larutan HCl encer;
AgNO3 (ag) + HCl(aq) ->AgCl (koloid) + HNO3 (aq)
* Reaksi hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Misalanya:
– Sol Fe(OH)3 dapat dibuat dengan hidrolisis larutan FeCl3 dengan memanaskan larutan FeCl3 atau reaksi hidrolisis garam Fe dalam air mendidih;
FeCl3 (aq) + 3H2O(l) -> Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl(aq)
(Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+)
– Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih;
AlCl3 (aq) + 3H2O(l) -> Al(OH)3 (koloid) + 3HCl(aq)
* Reaksi reduksi-oksidasi (redoks)
Misalnya:
– Sol emas atau sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya dengan melarutkan AuCl3 dalam pereduksi organic formaldehida HCOH;
2AuCl3 (aq) + HCOH(aq) + 3H2O(l) -> 2Au(s) + HCOOH(aq) + 6HCl(aq)
– Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut dalam air dengan mengalirinya gas H2S ;
2H2S(g) + SO2 (aq) -> 3S(s) + 2H2O(l)
* Penggantian pelarut
Cara ini dilakukan dengan mengganti medium pendispersi sehingga fase terdispersi yang semula larut setelah diganti pelarutanya menjadi berukuran koloid. Misalnya;
– untuk membuat sol belerang yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam alkohol seperti etanol dengan medium pendispersi air, belarang harus terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol sampai jenuh. Baru kemudian larutan belerang dalam etanol tersebut ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Sehingga belerang akan menggumpal menjadi pertikel koloid dikarenakan penurunan kelarutan belerang dalam air.
– Sebaliknya, kalsium asetat yang sukar larut dalam etanol, mula-mula dilarutkan terlebih dahulu dalam air, kemudian baru dalam larutan tersebut ditambahkan etanol maka terjadi kondensasi dan terbentuklah koloid kalsium asetat.
2. Metode Dispersi
Metode ini melibatkan pemecahan partikel-partikel kasar menjadi berukuran koloid yang kemudian akan didispersikan dalam medium pendispersinya. Ada 3 cara dalam metode ini, yaitu:
* Cara Mekanik
Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan proses penggilingan untuk dapat membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan untuk cara ini biasa disebut penggilingan koloid, yang biasa digunakan dalam:
– industri makanan untuk membuat jus buah, selai, krim, es krim,dsb.
– Industri kimia rumah tangga untuk membuat pasta gigi, semir sepatu, deterjen, dsb.
– Industri kimia untuk membuat pelumas padat, cat dan zat pewarna.
– Industri-industri lainnya seperti industri plastik, farmasi, tekstil, dan kertas.
3.Pertukaran pelarut
Suatu koloid dibuat dengtan menukar atau menambahkan pelarut lain ke dalam larutan. Agar terbentuk koloid zat terlarut harus tidak larut dalam pelarut yang ditambahkan dan kedua pelarut harus bercampur sempurna. Contoh : sol belerang dibuat dengan menambahkan pelarut air ke dalam larutan belerang dalam alkohol.
4.Pendinginan berlebih
Suatu campuran yang terdiri dari pelarut dan organik yang didinginkan, sehingga salah satu komponennya dapat membeku membentuk koloid. Contoh : koloid es dibuatkan dengan mendinginkan campuran eter dengan air.
Sistem kerja alat penggilingan koloid:
Alat ini memiliki 2 pelat baja dengan arah rotasi yang berlawanan. Partikel-partikel yang kasar akan digiling melalui ruang antara kedua pelat baja tersebut. Kemudian, terbentuklah partikel-partikel berukuran koloid yang kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk membentuk sistem koloid. Contoh koloid yang dibuat adalah; pelumas, tinta cetak, dsb.
* Cara peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid / sistem koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan / proses pendispersi endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemecah tersebut dapat berupa elektrolit khususnya yang mengandung ion sejenis ataupun pelarut tertentu.
Contoh:
– Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.
– Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.
– Sol Fe(OH)3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH)3 yang baru terbentuk dengan sedikit FeCl3. Sol Fe(OH)3 kemudian dikelilingi Fe+3 sehingga bermuatan positif
– Beberapa zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membnetuk sistem koloid. Contohnya; gelatin dalam air.
* Cara Busur Bredig
Cara busur Bredig ini biasanya digunakan untuk membuat sol-sol logam, sperti Ag, Au, dan Pt. Dalam cara ini, logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel koloid akan digunakan sebagai elektrode. Kemudian kedua logam dicelupkan ke dalam medium pendispersinya (air suling dingin) sampai kedua ujungnya saling berdekatan. Kemudian, kedua elektrode akan diberi loncatan listrik. Panas yang timbul akan menyebabkan logam menguap, uapnya kemudian akan terkondensasi dalam medium pendispersi dingin, sehingga hasil kondensasi tersebut berupa pertikel-pertikel koloid. Karena logam diubah jadi partikel koloid dengan proses uap logam, maka metode ini dikategorikan sebagai metode dispersi.
KOLOID EMULSI
Emulsi adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersinya dapat berupa zat padat, cair, dan gas, tapi kebanyakan adalah zat cair (contohnya: air dengan minyak). Pada umumnya emulsi kurang mantap, kemantapan emulsi dapat terlihat pada keadaannya yang selalu keruh seperti; susu, santan, dsb. Untuk memantapkan emulsi diperlukan zat pemantap yang disebut emulgator.
Emulsi Gas
Emulsi gas dapat disebut juga aerosol cair yang adalah emulsi dalam medium pendispersi gas. Pada aerosol cair, seperti; hairspray dan obat nyamuk dalam kemasan kaleng, untuk dapat membentuk sistem koloid atau menghasilkan semprot aerosol yang diperlukan, dibutuhkan bantuan bahan pendorong/ propelan aerosol, anatar lain; CFC (klorofuorokarbon atau Freon).
Aerosol cair juga memiliki sifat-sifat seperti sol liofob; efek Tyndall, gerak Brown, dan kestabilan denganmuatan partikel.
Contoh: dalam hutan yang lebat, cahaya matahari akan disebarkan oleh partikel-partikel koloid dari sistem koloid kabut à merupakan contoh efek Tyndall pada aerosol cair.
Emulsi Cair
Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi tidak dapat saling melarutkan, dapat juga disebut zat cair polar &zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat lainnya; minyak (zat cair non-polar). Emulsi cair itu sendiri dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu; emulsi minyak dalam air (cth: susu yang terdiri dari lemak yang terdispersi dalam air,jadi butiran minyak di dalam air), atau emulsi air dalam minyak (cth: margarine yang terdiri dari air yang terdispersi dalam minyak, jadi butiran air dalam minyak).
Bagaimana air dan minyak dapat bercampur sehingga membentuk emulsi cair?
Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi (emulgator) ditambahkan dalam larutan tersebut. Karena kebanyakan emulsi adalah dispersi air dalam mnyak, dan dispersi minyak dalam air, maka zat pengemulsi yang digunakan harus dapat larut dengan baik di dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organik yang memiliki gugus polar dan non-polar. Bagian non-polar akan berinteraksi dengan minyak/ mengelilingi partikel-partikel minyak, sedangkan bagian yang polar akan berinteraksi kuat dengan air. Apabila bagian polar ini terionisasi menjadi bermuatan negative, maka pertikel-partikel minyak juga akan bermuatan negatif. Muatan tersebut akan mengakibatkan pertikel-partikel minyak saling tolak-menolak dan tidak akan bergabung, sehingga emulsi menjadi stabil.
Contohnya: ada sabun yang merupakan garam karboksilat. Molekul sabun tersusun dari “ekor” alkil yang non-polar (larut dalam minyak) dan kepala ion karboksilat yang polar (larut dalam air). Prinsip tersebut yang menyebabkan sabun dan deterjen memiliki daya pembersih. Ketika kita mandi atau mencuci pakaian, “ekor” non-polar dari sabun akan menempel pada kotoran dan kepala polarnya menempel pada air. Sehingga tegangan permukaan air akan semakin berkurang, sehingga air akan jauh lebih mudah untuk menarik kotoran.
Beberapa sifat emulsi yang penting:
– Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak apabila terjadi pemansan, proses sentrifugasi, pendinginan, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi. Krim atau creaming atau sedimentasi dapat terbentuk pada proses ini. Pembentukan krim dapat kita jumpai pada emulsi minyak dalam air, apabila kestabilan emulsi ini rusak,maka pertikel-partikel minyak akan naik ke atas membentuk krim. Sedangkan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam minyak; apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel air akan turun ke bawah. Contoh penggunaan proses ini adalah: penggunaan proses demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit untukmemisahkan karet dalam lateks yang dilakukan dengan penambahan asam format (CHOOH) atau asam asetat (CH3COOH).
– Pengenceran
Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi dapat diencerkan. Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan dengan spontan membentuk lapisan terpisah. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan jenis emulsi.
Emulsi Padat atau gel
Gel adalah emulsi dalam medium pendispersi zat padat, dapat juga dianggap sebagai hasil bentukkan dari penggumpalan sebagian sol cair. Partikel-partikel sol akan bergabung untuk membentuk suatu rantai panjang pada proses penggumpalan ini. Rantai tersebut akan saling bertaut sehingga membentuk suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap dalam lubang-lubang struktur tersebut. Sehingga, terbentuklah suatu massa berpori yang semi-padat dengan struktur gel. Ada dua jenis gel, yaitu:
Gel elastis
Karena ikatan partikel pada rantai adalah adalah gaya tarik-menarik yang relatif tidak kuat, sehingga gel ini bersifat elastis. Maksudnya adalah gel ini dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan dapat kembali ke bentuk awal bila gaya tersebut ditiadakan. Gel elastis dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang cukup pekat. Contoh gel elastis adalah gelatin dan sabun.
Gel non-elastis
Karena ikatan pada rantai berupa ikatan kovalen yang cukup kuat, maka gel ini dapat bersifat non-elastis. Maksudnya adalah gel ini tidak memiliki sifat elastis, gel ini tidak akan berubah jika diberi suatu gaya. Salah satu contoh gel ini adalah gel silica yang dapat dibuat dengan reaksi kia; menambahkan HCl pekat ke dalam larutan natrium silikat, sehingga molekul-molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan membentuk gel silika.
Beberapa sifat gel yang penting adalah:
– Hidrasi
Gel non-elastis yang terdehidrasi tidak dapat diubah kembali ke bentuk awalanya, tetapi sebaliknya, gel elastis yang terdehidrasi dapat diubah kembali menjadi gel elastis dengan menambahkan zat cair.
– Menggembung (swelling)
Gel elastis yang terdehidrasi sebagian akan menyerap air apabila dicelupkan ke dalam zat cair. Sehingga volum gel akan bertambah dan menggembung.
– Sineresis
Gel anorganik akan mengerut bila dibiarkan dan diikuti penetesan pelarut, dan proses ini disebut sineresis.
– Tiksotropi
Beberapa gel dapat diubah kembali menjadi sol cair apabila diberi agitasi atau diaduk. Sifat ini disebut tiksotropi. Contohnya adalah gel besi oksida, perak oksida, dsb.
KOLOID BUIH
Buih adalah koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat cair atau zat padat. Berdasarkan medium pendispersinya, buih dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.Buih Cair (Buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan dengan medium pendispersi zat cair. Fase terdispersi gas pada umumnya berupa udara atao karbondioksida yang terbetuk dari fermentasi. Kestabilan buih dapat diperoleh dari adanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorbsi ke daerah antar-fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu kestabilan.
Ukuran koloid buih bukanlah ukuran gelembung gas seperti pada sistem koloid umumnya, tetapi adalah ketebalan film (lapisan tipis) pada daerah antar-fase dimana zat pembuih teradsorbsi, ukuran koloid berkisar 0,0000010 cm. Buih cair memiliki struktur yang tidak beraturan. Strukturnya ditentukan oleh kandungan zat cairnya, bukan oleh komposisi kimia atau ukuran buih rata-rata. Jika fraksi zat cair lebih dari 5%, gelembung gas akan mempunyai bentuk hampir seperti bola. Jika kurang dari 5%, maka bentuk gelembung gas adalah polihedral.
Beberapa sifat buih cair yang penting:
Struktur buih cair dapat berubah dengan waktu, karena:
– pemisahan medium pendispersi (zat cair) atau drainase, karena kerapatan gas dan zat cair yang jauh berbeda,
– terjadinya difusi gelembung gas yang kecil ke gelembung gas yang besar akibat tegangan permukaan, sehingga ukuran gelembung gas menjadi lebih besar,
– rusaknya film antara dua gelembung gas.
Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar. Bila gaya yang diberikan kecil, maka struktur buih akan kembali ke bentuk awal setelah gaya tersebut ditiadakan. Jika gaya yang diberikan cukup besar, maka akan terjadi deformasi.
Contoh buih cair:
– Buih hasil kocokan putih telur
Karen audara di sekitar putih telur akan teraduk dan menggunakan zat pembuih, yaitu protein dan glikoprotein yang berasal dari putih telur itu sendiri untuk membentuk buih yang relative stabil. Sehingga putih telur yang dikocok akan mengembang.
– Buih hasil akibat pemadam kebakaran
Alat pemadam kebakaran mengandung campuran air, natrium bikarbonat, aluminium sulfat, serta suatu zat pembuih. Karbondioksida yang dilepas akan membentuk buih dengan bamtuam zat pembuih tersebut.
b.Buih Padat
Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan denganmedium pendispersi zat padat. Kestabilan buih ini dapat diperoleh dari zat pembuih juga (surfaktan). Contoh-contoh buih padatyang mungkin kita ketahui:
– Roti
Proses peragian yang melepas gas karbondioksida terlibat dalam proses pembuatan roti. Zat pembuih protein gluten dari tepung kemudian akan membentuk lapisan tipis mengelilingi gelembung-gelembung karbondioksida untuk membentuk buih padat.
– Batu apung
Dari proses solidifikasi gelas vulkanik, maka terbentuklah batu apung.
– Styrofoam
Styrofoam memiliki fase terdispersi karbondioksida dan udara, serta medium pendispersi polistirena.
PEMURNIAN KOLOID
Seringkali terdapat zat-zat terlarut yang tidak diinginkan dalam suatu pembuatan suatu sistem koloid. Partikel-partikel tersebut haruslah dihilangkan atau dimurnikan guna menjaga kestabilan koloid. Ada beberapa metode pemurnian yang dapat digunakan, yaitu:
Dialisis
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada permukaannya. Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel. Pergerakan ion-ion dan molekul – molekul kecil melalui selaput semipermiabel disebut dialysis. Suatu koloid biasanya bercampur dengan ion-ion pengganggu, karena pertikel koloid memiliki sifat mengadsorbsi. Pemisahan ion penggangu dapat dilakukan dengan memasukkan koloid ke dalam kertas/membran semipermiabel (selofan), baru kemudian akan dialiri air yang mengalir. Karena diameter ion pengganggu jauh lebih kecil daripada koloid, ion pengganggu akan merembes melewati pori-pori kertas selofan, sedangkan partikel koloid akan tertinggal.
Proses dialisis untuk pemisahan partikel-partikel koloid dan zat terlarut dijadikan dasar bagi pengembangan dialisator. Salah satu aplikasi dialisator adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Jaringan ginjal bersifat semipermiabel, selaput ginjal hanya dapat dilewati oleh air dan molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan partikel-partikel koloid seperti sel-sel darah merah.
Elektrodialisis
Pada dasarnya proses ini adalah proses dialisis di bawah pengaruh medan listrik. Cara kerjanya; listrik tegangan tinggi dialirkan melalui dua layer logam yang menyokong selaput semipermiabel. Sehingga pertikel-partikel zat terlarut dalam sistem koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju elektrode dengan muatan berlawanan. Adanya pengaruh medan listrik akan mempercepat proses pemurnian sistem koloid.
Elektrodialisis hanya dapat digunakan untuk memisahkan partikel-partikel zat terlarut elektrolit karena elektrodialisis melibatkan arus listrik.
Penyaring Ultra
Partikel-partikel koloid tidak dapat disaring biasa seperti kertas saring, karena pori-pori kertas saring terlalu besar dibandingkan ukuran partikel-partikel tersebut. Tetapi, bila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka ukuran pori-pori kertas akan sering berkurang. Kertas saring yang dimodifikasi tersebut disebut penyaring ultra.
Proses pemurnian dengan menggunakan penyaring ultra ini termasuk lambat, jadi tekanan harus dinaikkan untuk mempercepat proses ini. Terakhir, partikel-partikel koloid akan tertinggal di kertas saring. Partikel-partikel koloid akan dapat dipisahkan berdasarkan ukurannya, dengan menggunakan penyaring ultra
Penghilangan muatan listrik pada partikel koloid ini dapat dilakukan empat cara yaitu :
Menggunakan prinsip elektroforesis
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel mencapai elektrode, maka partikel akan kehilangan muatannya.
Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan
Sistem koloid bermuatan positif dicampur dengan sistem koloid lain yang bermuatan negatif, kedua koloid tersebut akan saling mengadsorpsi menjadi netral maka terbentuk kogulasi.
Penambahan elektrolit
Elektrolit ditambahkan kedalam sistem koloid maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif dari elektrolit. Partikel koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif dari elektrolit. Menyebabkan partikel koloid tersebut dikelilingi lapisan kedua yang memiliki muatan berlawanan.
Pendidihan
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Menyebabkan lepasnya elekrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid.
KOLOID DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu sangat bermanfaat untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi skala besar. Oleh karena sifat tersebut, sistem koloid menjadi banyak kita jumpai dalam industri (aplikasi koloid untuk produksi cukup luas). Tetapi selain industri, sistem koloid juga banyak dapat kita jumpai dsalam kehidupan kita sehari-hari, contohnya saja di alam, kedokteran, pertanian, dsb;
– Penggumpalan darah
Darah mengandung sejumlah koloid protein yangbermuatan negative. Jika terdapat luka kecil, maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion Al+3 dan Fe+3, dimana ion-ion tersebut akan membantu menetralkan muatan-muatan partikel koloid protein dan membantu penggumpalan darah.
– Pembentukan delta di muara sungai
Air sungai mengandung partikel-partikel koloid pasir dan tanah liat yang bermuatan negatif. Sedangkan air laut mengandung ion-ion Na+, Mg+2, dan Ca+2 yang bermuatan positif. Ketika air sungai bertemu di laut, maka ion-ion positif dari air laut akan menetralkan muatan pasir dan tanah liat. Sehingga, terjadi koagulasi yang akan membentuk suatu delta.
– Pengambilan endapan pengotor
Gas atau udara yang dialirkan ke dalam suatu proses industri seringkali mengandung zat-zat pengotor berupa partikel-partikel koloid. Untuk memisahkan pengotor ini, digunakan alat pengendap elektrostatik yang pelat logamnya yang bermuatan akan digunakan untuk menarik partikel-partikel koloid.
– Pemutihan gula
Dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon, partikel-partikel koloid kemudian akan mengadsorbsi zat warna tersebut. Sehingga gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan.
-Pembuatan Lateks
Getah karet merupakan sistem koloid. Pada pembuatan lateks, getah karet dapat digumpalkan dengan penambahan asam asetat atau asam format. Lateks yang dihasilkan dapat dibentuk sesuai cetakan
-Bahan pencuci
Sabun atau deterjen dapat digunakan untuk membersihkan kotoran pada pakaian. Fungsi dari zat ini adalah sebagai pengemulsi minyak dalam air. Sabun akan terionisasi dalam air menjadi Na+ dan anion asam lemak. Bagian ujung asam lemak yang bermuatan negatif bersifat polar sehingga larut dalam air dan ujung lainnya bersifat non polar dan cenderung larut dam minyak. Hal ini menyebabkan kotoran yang berupa tetesan-tetesan minyak larut dalam air sehingga mudah lepas pada saat pembilasan.
-Sebagai Deodoran
Pada produk roll on deodorant digunakan bahan penyerap (adsorben) berupa aluminium stearat atau aluminium klorida. Jika deodorant digosokkan pada anggota badan, zat ini dapa mengadsorpsi keringat yang menyebabkan bau badan.
-Sebagai Kosmetik
Meskipun ada yang berbentuk padat, banyak kosmetik yang dikemas dalam bentuk koloid, seperti bodylotion, dan hand cream.
-Sebagai bahan makanan atau obat
Bahan makanan atau obat-obatan ada yang dikemas dalam bentuk padatan. Tetapi pemakaiannya terkadang kurang enak atau sulit ditelan. Untuk mengatasinya, bahan-bahan tersebut dikemas dalam bentuk koloid misalnya dalam bentuk gel atau emulsi.
DAFTAR PUSTAKA
Yazid,Estien.2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis, Penerbit Andi, Yogyakarta
http://sistemkoloid11.blogspot.com/
http://sistemkoloid.tripod.com/kegunaan.htm/
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_koloid/
http://www.fsas.upm.edu.my/~kimia/Pensyarah/Prof%20Madya%20Dr%20Mohd%20Zaizi%20b%20Desa/CHM%203101/Koloid.pdf
http://verliany.wordpress.com/2008/03/16/27/
http://user.cbn.net.id/johanoni/koloid.htm